Thursday 29 July 2010

Sejarah Muncul nya Ilmu Nahwu (Tata Bahasa Arab)

Banyak hal yang menyebabkan ilmu nahwu disusun. Secara umum sebab nya adalah seputar kekeliruan orang-orang arab pada bahasa mereka yang disebabkan bercampurnya mereka dengan orang-orang ‘ajam (non arab) yang masuk islam sehingga mempengaruhi tata bahasa mereka. Diantara penyebab utama disusunnya ilmu nahwu adalah:

- Pada masa Rasulullah diriwayatkan bahwa ada seseorang yang keliru bahasanya, maka Rasulullah bersabda: “ Bimbinglah saudura kalian ini.. Sesungguhnya dia tersesat

- Berkata Abu Bakar Ash Shidiq: “Aku lebih menyukai jika aku membaca dan aku terjatuh daripada aku membaca dan aku keliru

- Pada masa Umar bin Khattab, bahasa yang keliru di kalangan orang arab semakin menjamur. Hal ini disebabkan karena perluasan daerah kekuasaan Islam sehingga banyak orang-orang ‘ajam yang masuk islam. Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi:

1. Umar melewati suatu kaum yang buruk lemparan (tombak) nya maka beliau mencela mereka. Mereka pun menjawab:

إِِنَّا قَوْمٌ مُتَعَلِّمِيْنَ

(Makna yang mereka inginkan adalah: “sesungguhnya kami adalah kaum terpelajar”. Akan tetapi mereka keliru karena yang benar إِنَّا قَوْمٌ مُتَعَلِّمُوْنَ dengan merofa’kan kata مُتَعَلِّمِيْنَ)

Umar berpaling dari mereka karena marah dan berkata:”Demi Allah kesalahan kalian pada lisan kalian lebih berat menurutku daripada kesalahan kalian pada lemparan (tombak) kalian“.

2. Abu musa Al Asyari mengirimkan surat kepada amirul mukminin Umar bin Khathab yang tertulis di situ kalimat

مِنْ اَبُوْ مُوْسَى إِلَى أَمِيْرِ المُؤْمِنِيَْنَ عُمَرٍ بْنِ الخَطَّابِ

(Dari abu musa kepada Amirul mukminin Umar bin Khathab. Namun secara kaidah bahasa, kalimat yang tepat مِن اَبِيْ مُوْسَى dengan menjarkan kata “اَبُوْ”)

Umar membalas surat tersebut dengan: “Sebaiknya kau cambuk Juru tulis mu (karena keliru)”. Juru tulisnya adalah Abul Hushain Al Anbary.

3. Seorang laki-laki dari gurun (badui) masuk Islam dan meminta diajarkan sesuatu dari Al Quran. Kemudian seorang kaum muslimin membacakan awal surat At Taubah:

“Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu ; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.”( At Taubah : 3)

Akan tetapi orang tersebut membacanya sebagai berikut:

أَنَّ اللّهَ بَرِيءٌ مِنَ المُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ

Yaitu dengan mengkasrahkan kata رَسُوْلُ”” sehingga artinya berubah menjadi “bahwa sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrikin dan RasulNya.”

Berkatalah orang badui tersebut: “Apakah benar bahwa Allah berlepas diri dari Rasul Nya? Demi Allah aku akan berlepas diri dari orang yang Allah berlepas diri darinya.” Ketika Umar mengetahui hal tersebut, ia mengutus seseorang ke orang tersebut dan membenarkan bacaannya dan Ia berseru kepada manusia:”Hendaknya seseorang tidak membaca Al Quran kecuali ia mengetahui bahasa Arab”.

Ini adalah beberapa contoh kekeliruan-kekeliruan yang terjadi pada orang-orang arab disebabkan bercampurnya mereka dengan orang-orang non-Arab. Kekeliruan ini tidak bisa dibiarkan karena dapat merusak pemahaman kaum muslimin terhadap Al Quran sebagaimana contoh yang disebutkan di atas. Oleh karena itu, ilmu nahwu disusun agar memudahkan seseorang dalam mempelajari kaidah-kaidah bahasa Arab sehingga tidak keliru dalam memahami kalimat bahasa Arab.

Pencetus Ilmu Nahwu

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama nahwu tentang siapa pencetus ilmu nahwu. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa pencetus ilmu nahwu adalah:

  1. Amirul mu’minin Ali bin Abi Thalib
  2. Abul Aswad Ad Du’aly atas perintah dari Khalifah Umar bin Khathab
  3. Abul Aswad Ad Du’aly atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib atau atas perintah Ziyad, pemimpin Bashrah atau Abul Aswad sendiri yang mencetuskan nya yang dipicu oleh percakapan antara beliau dan anak perempuan nya. Berkata anaknya: “wahai ayahku.. مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ (Apa yang paling indah dari langit?)” – dengan merofa’kan (membaca dhammah) kata ” أَحْسَنُ ” dan menjarkan (membaca kasrah) kata السَّمَاءِ . Beliau pun menjawab:”Bintang-bintangnya”. Anaknya pun berkata:”Aku bukannya bertanya wahai ayah.. tetapi aku sedang merasa takjub..”. Belaiu pun menjawab:“Kalau begitu seharusnya yang kamu ucapkan adalah.. مَا أَحْسَنَ السَّمَاءَ (betapa langit yang indah!)” – dengan membaca fathah kata “أَحْسَنَ ” dan “السَّمَاءَ “.
  4. Abdurrahman bin Humuz Al A’raj
  5. Nashr bin ‘Ashim Al Laitsy

Pendapat yang paling kuat dari pendaat-pendapat di atas adalah pendapat yang menyebutkan bahwa pencetusnya adalah Abul Aswad Ad Du’aly atas perintah dari Khalifah Ali Bin Abi Thalib ketika terjadi banyak kekeliruan orang arab terhadap bahasa nya sendiri khususnya kekeliruan mereka dalam membaca Al Quran dan Hadits.

Begitulah sejarah lahir nya ilmu nahwu dimana bisa kita baca dengan jelas bahwa tujuan utamanya adalah agar kaum muslimin dapat membaca Al Quran dan Hadits dengan benar sehingga bisa memahami maksud yang terkandung di dalamnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

“”Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf : 2)

Imam Syafi’i rohimahulloh berkata, “Manusia tidaklah menjadi bodoh dan berselisih kecuali ketika meninggalkan bahasa Arab dan cenderung kepada bahasa Aristoteles (bahasa orang barat).” [Siyaru A’lamin Nubala, 10/74]

Benarlah perkataan penyair yang berkata:

النَّحْوُ أَوْلَى أَوَّلاً أَنْ يُعْلَمَ.. إِذْ الكَلاَمُ دُوْنَةُ لَنْ يُفْهَمَ..

(Ilmu nahwu adalah hal pertama yang paling utama untuk dipelajari.. karena perkataan tanpanya, tak dapat dipahami..)

* Disarikan dari Diktat Kuliah Ilmu Nahwu, Universitas Al Madinah Internasional (MEDIU)

Khairul Umam Al Batawy


Diambil dari : http://arabic.web.id/sejarah-muncul-nya-ilmu-nahwu-tata-bahasa-arab/#more-190

Belajar Al Qur’an dengan Zekr 0.7.6

Zekr 0.7.6 adalah software belajar Al Qur’an yang sangat bagus baik dari sisi tampilan maupun dari sisi fasilitas yang diberikan. Zekr versi 0.7.6 adalah versi update dari 0.7.5 sebelum rancananya akan dikeluarkan versi utamanya yaitu Zekr 1.0 sebelum Ramadhan 1430 H tiba. Sebelum versi utamanya tiba, mari kita simak dulu kelebihan dari software Zekr 0.7.6 ini:

1. Tersedia tilawah Al Quran Lebih dari 10 Imam seperti As Sudais, Al Ghamidy, As Satiri, Al Ajmy, AL Hudzaifi, dll yang bisa didengarkan secara Online (harus terhubung ke internet)

2. Tersedia Bacaan Al Quran empat imam; Misyari Rasyid Al Afasy, Al Ghamidy, Al Muaiqly, dan Al Hudzaifi yang bisa didownload dan dapat didengarkan dengan software zekr tanpa harus terhubung ke internet.

3. Tersedia terjemah Al Quran untuk berbagai bahasa termasuk Indonesia, Inggris, dll. Zekr juga menyediakan terjemahan dalam bentuk tafsir Al Quran dalam bahasa arab yang diambil dari kitab tafsir Al Jalalain dan tafsir Al Muyassar.

4. Zekr memungkinkan kita membaca Ayat Al Quran serta terjemahnya sambil mendengarkan tilawah Al Quran dari Qari yang kita pilih di saat yang bersamaan.

5. Bisa dijalankan di Windows, Linux, dan Macintosh

6. Tersedia fitur pencarian kata dalam Al Quran.

Untuk mendownload Zekr, silahkan download disini

File Installer Zekr berukuran sekitar 7.5 MB. Secara default, setelah antum menginstall zekr, antum hanya dapat mendengarkan tilawah jika antum terhubung ke internet. Jika antum ingin mendengarkan tilawah tanpa terhubung ke internet, maka antum harus mengunduh tilawah empat imam dengan ukuran file rata-rata 400 Mb per Imam dan total nya 1,6 GB yang bisa diunduh di link ini

http://zekr.org/quran/en/recitations


Cara Instalasi Zekr

1. Double Click installer Zekr yang sudah anda unduh. Kemudian akan muncul tampilan berikut:

2. Klik Next. Selanjutnya sama seperti antum menginstall software yang lainnya sampai muncul notifikasi bahwa proses instalasi telah selesai.

3. Untuk menjalankan program silahkan klik pada desktop antum program dengan logo zekr atau pada daftar program yang ada di start – All Programs. Berikut ini adalah screenshot zekr yang berhasil dijalankan


Cara Menambahkan terjemah bahasa indonesia

Secara default, bahasa terjemah yang tersedia adalah bahasa inggris. untuk menambahkan terjemah Al Quran bahasa Indonesia, ikuti langkah berikut:

1. Silahkan unduh file terjemah bahasa indonesia di link ini http://zekr.org/quran/en/translations.

2. Pada program zekr, klik menu tools – Add recitation


3.Setelah ituantum akan diminta mengarahkan file terjemah bahasa indonesia yangberhasil antum unduh dan klik open.

4. Restart program zekr anda.

5. Pada menu zekr pilih view – translation – Bahasa Indonesia. Berikut ini tampilan Zekr 0.7.6 dengan terjemah bahasa Indonesia.

Semoga bermanfaat..

NOTES : Cara yang sama dilakukan untuk menambahkan tilawah AL Quran dari file tilawah yang antum download. Klik tools – add – recitation.


Diambil dari : http://arabic.web.id/software-belajar-al-quran-zekr-0-7-6/

Wednesday 28 July 2010

Software Al Qur’an Flash Gratis

ScreenShot001

Al Quran Digital yang satu ini dibuat dalam format flash dalam Bahasa Inggris. Dibuat dengan desain yang sangat menarik dan sangat “nyata” membuat kita seperti membuka Al Qur’an beneran. Beberapa kelebihan Al Qur’an Flash ini antara lain:

1. Memudahkan kaum muslimin yang sedang belajar Al Qur’an. Karena pada hukum-hukum tajwid seperti hukum nun mati, hukum mad, dan qalqalah diberi warna berbeda yang mencolok.

2. Dilengkapi dengan terjemah bahasa inggris. Selain itu, disediakan juga transliterasi huruf arab ke huruf latin. Akan tetapi, rasa nya sulit untuk orang indonesia menggunakan transliterasi ini karena berbeda denga pedoman transliterasi Indonesia.

3. Dilengkapi Navigasi dan Pilihan Surah dan Juz.

ScreenShot003

Langsung aja bagi yang ingin mengunduh software ini, silahkan diunduh dari link berikut:

Ukuran File (150 MB).

Silahkan download disini

Yang belum punya Flash Player download dulu disini

artikel ini diambil dari : http://arabic.web.id/al-quran-tajwid-digital-format-flash-gratis-mohamed-sabry/#more-859

Kamus Al Mufid v1 (Ar-Id, Id-Ar)

AL Mufid adalah software kamus bahasa arab-bahasa Indonesia buatan anak negeri, yang ternyata teman ane, hehe.. beliau adalah akhy fambudi salah satu admin MEDIU Yogyakarta

Software ini dilengkapi virtual keyboard, untuk memudahkan antum yang belum menginstal bahasa arab pada computer antum...

Silahkan download disini


artikel ini diambil dari : http://arabic.web.id/kamus-al-mufid-v1-ar-id-id-ar/

Kamus Verbace (Ar-Eng, Eng-Ar)

Verbace adalah software kamus bahasa arab – bahasa inggris dan sebaliknya. Kamus ini tergolong sangat lengkap. Hampir semua kata yang ane cari, dapat ditemukan di kamus ini.. subhanallah… benar-benar dapat memudahkan kita dalam melakukan penerjemahan bahasa arab.

Silahkan download disini

artikel ini diambil dari : http://arabic.web.id/kamus-verbace-ar-eng-eng-ar/

Mengetik Bahasa Arab Di Windows + Software Fontboard

Fontboard adalah software yang akan memudahkan kita dalam menulis bahasa arab. Kalau secara default (QWERTY), sehabis kita menginstalfont Arabic di windows, susunan bahasa arab pada keyboard bias dibilang kacau balau alias acak-acakan. Coba saja ketik A, maka yang akan keluar bukna huruf alif.

Nah, agar ketika kita mengetik A muncul alif, B muncul Ba, T muncul Ta, maka software ini sangat kita perlukan. Software ini benar-benar membantu ane dalam membuat dan mengisi materi situs www.arabic.web.id.

Sebelum menginstal software ini pastikan anda telah menginstall font Arabic di windows antum, caranya:

1. Masukkan CD Windows XP antum

2. Masuk Ke Control Panel – Date, time, language,and regional options – Regional and language Option sampai muncul jendela pengaturan, kemudian klik language, maka akan muncul:

3. Check List pada Install Files for complexs script and right-to-left languages

4. Klik apply. Proses instalasi bahasa arab akan berlangsung.

5.Jika sudah, sebaiknya antum meresart computer antum dahulu.

Setelah itu, silahkan install software fontboard.

Kemudian masuk ke Control Panel – Date, time, language,and regional options – Regional and language Option. Kemudian pada tab languages, klik Details! Maka akan muncul tampilan berikut:

Kemudian klik add! Akan muncul jendela baru. Pada Input language, silahkan pilih Arabic (terserah mau pake Negara apa), yang penting pada Keyboard layout/IME pilih Arabic ASDF (boleh eastern boleh western). Klik OK! Selesai, alhamdulillah..

Silahkan buka software pengolah kata antum semisal openoffice writer atau Ms. Word. Silahkan dicoba!

* Untuk mengatur pilihan bahasa, silahan pilih pada language bar. EN berarti tulisan latin, AR berarti tulisan bahasa arab.

* Untuk melihat urutan atau aturan letak tulisan arab lihat pada penjelan softwarenya di start – all programs – fontboard – Arabic ASDF Keyboard.

Silahkan download disini


artikel ini diambil dari : http://arabic.web.id/mengetik-bahasa-arab-di-windows-software-fontboard/

Sedikit Cerita Tentang Palestina

Semenjak awal sejarah Islam, Palestina, dan kota Yerusalem khususnya, telah menjadi tempat suci bagi umat Islam. Sebaliknya bagi Yahudi dan Nasrani, umat Islam telah menjadikan kesucian Palestina sebagai sebuah kesempatan untuk membawa kedamaian kepada daerah ini. Dalam bab ini kita akan membahas beberapa contoh sejarah dari kenyataan ini.

'Isa (Yesus), salah satu nabi yang diutus kepada umat Yahudi, menandai titik balik penting lainnya dalam sejarah Yahudi. Orang-orang Yahudi menolaknya, dan kemudian diusir dari Palestina serta mengalami banyak ketidakberuntungan. Pengikutnya kemudian dikenal sebagai umat Nasrani. Akan tetapi, agama yang disebut Nasrani atau Kristen saat ini didirikan oleh orang lain, yang disebut Paulus (Saul dari Tarsus). Ia menambahkan pemandangan pribadinya tentang Isa ke dalam ajaran yang asli dan merumuskan sebuah ajaran baru di mana Isa tidak disebut sebagai seorang nabi dan Al-Masih, seperti seharusnya, melainkan dengan sebuah ciri ketuhanan. Setelah dua setengah abad ditentang di antara orang-orang Nasrani, ajaran Paulus dijadikan doktrin Trinitas (Tiga Tuhan). Ini adalah sebuah penyimpangan dari ajaran Isa dan pengikut-pengikut awalnya. Setelah ini, Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW sehingga beliau bisa mengajarkan Islam, agama Ibrahim, Musa, dan Isa, kepada seluruh umat manusia.

Yerusalem itu suci bagi umat Islam karena dua alasan: kota ini adalah kiblat pertama yang dihadapi oleh umat Islam selama ibadah sholatnya, dan merupakan tempat yang dianggap sebagai salah satu mukjizat terbesar yang dilakukan oleh Nabi Muhammad: mikraj, perjalanan malam dari Mesjid Haram di Mekkah menuju Mesjid Aqsa di Yerusalem, kenaikannya ke langit, dan kembali lagi ke Mesjid Haram. Al-Qur'an menerangkan kejadian ini sebagai berikut:

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qur'an, 17:1)

Dalam wahyu-wahyu Al-Qur'an kepada Nabi SAW, sebagian besar ayat-ayat yang berkesesuaian mengacu kepada Palestina sebagai “tanah suci, yang diberkati.” Ayat 17:1 menggambarkan tempat ini, yang di dalamnya ada Mesjid Aqsa sebagai tanah yang Kami berkati disekelilingnya.” Dalam ayat 21:71, yang menggambarkan keluarnya Nabi Ibrahim dan Luth, tanah yang sama disebut sebagai “tanah yang Kami berkati untuk semua makhluk.” Pada saat bersamaan, Palestina secara keseluruhan penting artinya bagi umat Islam karena begitu banyak nabi Yahudi yang hidup dan berjuang demi Allah, mengorbankan hidup mereka, atau meninggal dan dikuburkan di sana.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan dalam 2000 tahun terakhir, umat Islam telah menjadi satu-satunya kekuatan yang membawa kedamaian kepada Yerusalem dan Palestina.

Khalifah Umar Membawa Perdamaian dan Keadilan bagi Palestina


Qubbat as-Sakhrah

Setelah Roma mengusir Yahudi dari Palestina, Yerusalem dan sekitarnya menjadi lenyap.

Akan tetapi, Yerusalem kembali menjadi pusat perhatian setelah Pemerintah Romawi Constantine memeluk agama Nasrani (312). Orang-orang Roma Kristen membangun gereja-gereja di Yerusalem, dan menjadikannya sebagai sebuah kota Nasrani. Palestina tetap menjadi daerah Romawi (Bizantium) hingga abad ketujuh, ketika negeri ini menjadi bagian Kerajaan Persia selama masa yang singkat. Akhirnya, Bizantium kembali menguasainya.

Tahun 637 menjadi titik balik penting dalam sejarah Palestina, karena setelah masa ini daerah ini berada di bawah kendali kaum Muslimin. Peristiwa ini mendatangkan perdamaian dan ketertiban bagi Palestina, yang selama berabad-abad telah menjadi tempat perang, pengasingan, penyerangan, dan pembantaian. Apa lagi, setiap kali daerah ini berganti penguasa, seringkali menyaksikan kekejaman baru. Di bawah pemerintahan Muslim, penduduknya, tanpa melihat keyakinan mereka, hidup bersama dalam damai dan ketertiban.

Palestina ditaklukkan oleh Umar Bin Khattab, khalifah kedua. Ketika memasuki Yerusalem, toleransi, kebijaksanaan, dan kebaikan yang ditunjukkannya kepada penduduk daerah ini, tanpa membeda-bedakan agama mereka menandai awal dari sebuah zaman baru yang indah. Seorang pengamat agama terkemuka dari Inggris Karen Armstrong menggambarkan penaklukan Yerusalem oleh Umar dalam hal ini, dalam bukunya Holy War:

Khalifah Umar memasuki Yerusalem dengan mengendarai seekor unta putih, dikawal oleh pemuka kota tersebut, Uskup Yunani Sofronius. Sang Khalifah minta agar ia dibawa segera ke Haram asy-Syarif, dan di sana ia berlutut berdoa di tempat temannya Muhammad melakukan perjalanan malamnya. Sang uskup melihatnya dengan ketakutan: ini, ia pikir, pastilah akan menjadi penaklukan penuh kengerian yang pernah diramalkan oleh Nabi Daniel akan memasuki rumah ibadat tersebut; Ia pastilah sang Anti Kristus yang akan menandai Hari Kiamat. Kemudian Umar minta melihat tempat-tempat suci Nasrani, dan ketika ia berada di Gereja Holy Sepulchre, waktu sholat umat Islam pun tiba. Dengan sopan sang uskup menyilakannya sholat di tempat ia berada, tapi Umar dengan sopan pula menolak. Jika ia berdoa dalam gereja, jelasnya, umat Islam akan mengenang kejadian ini dengan mendirikan sebuah mesjid di sana, dan ini berarti mereka akan memusnahkan Holy Sepulchre. Justru Umar pergi sholat di tempat yang sedikit jauh dari gereja tersebut, dan cukup tepat (perkiraannya), di tempat yang langsung berhadapan dengan Holy Sepulchre masih ada sebuah mesjid kecil yang dipersembahkan untuk Khalifah Umar.

Mesjid besar Umar lainnya didirikan di Haram asy-Syarif untuk menandai penaklukan oleh umat Islam, bersama dengan mesjid al-Aqsa yang mengenang perjalanan malam Muhammad. Selama bertahun-tahun umat Nasrani menggunakan tempat reruntuhan biara Yahudi ini sebagai tempat pembuangan sampah kota. Sang khalifah membantu umat Islam membersihkan sampah ini dengan tangannya sendiri dan di sana umat Islam membangun tempat sucinya sendiri untuk membangun Islam di kota suci ketiga bagi dunia Islam.9

Pendeknya, umat Islam membawa peradaban bagi Yerusalem dan seluruh Palestina. Bukan memegang keyakinan yang tidak menunjukkan hormat kepada nilai-nilai suci orang lain dan membunuh orang-orang hanya karena mereka mengikuti keyakinan berbeda, budaya Islam yang adil, toleran, dan lemah lembut membawa kedamaian dan ketertiban kepada masyarakat Muslim, Nasrani, dan Yahudi di daerah itu. Umat Islam tidak pernah memilih untuk memaksakan agama, meskipun beberapa orang non-Muslim yang melihat bahwa Islam adalah agama sejati pindah agama dengan bebas menurut keinginannya sendiri.

Perdamaian dan ketertiban ini terus berlanjut sepanjang orang-orang Islam memerintah di daerah ini. Akan tetapi, di akhir abad kesebelas, kekuatan penakluk lain dari Eropa memasuki daerah ini dan merampas tanah beradab Yerusalem dengan tindakan tak berperikemanusiaan dan kekejaman yang belum pernah terlihat sebelumnya. Para penyerang ini adalah Tentara Perang Salib.

Kekejaman Tentara Perang Salib dan Keadilan Salahuddin


Tentara Perang Salib merampas Yerusalem setelah pengepungan lima minggu, dilanjutkan perampasan perbendaharaan kota dan membantai orang-orang Yahudi dan Islam.

Ketika orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Islam hidup bersama dalam kedamaian, sang Paus memutuskan untuk membangun sebuah kekuatan perang Salib. Mengikuti ajakan Paus Urbanius II pada 27 November 1095 di Dewan Clermont, lebih dari 100.000 orang Eropa bergerak ke Palestina untuk “memerdekakan” tanah suci dari orang Islam dan mencari kekayaan yang besar di Timur. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan, dan banyak perampasan dan pembantaian di sepanjang perjalanannya, mereka mencapai Yerusalem pada tahun 1099. Kota ini jatuh setelah pengepungan hampir 5 minggu. Ketika Tentara Perang Salib masuk ke dalam, mereka melakukan pembantaian yang sadis. Seluruh orang-orang Islam dan Yahudi dibasmi dengan pedang.

Dalam perkataan seorang ahli sejarah: “Mereka membunuh semua orang Saracen dan Turki yang mereka temui… pria maupun wanita.”10 Salah satu tentara Perang Salib, Raymond dari Aguiles, merasa bangga dengan kekejaman ini:

Pemandangan mengagumkan akan terlihat. Beberapa orang lelaki kami (dan ini lebih mengasihi sifatnya) memenggal kepala-kepala musuh-musuh mereka; lainnya menembaki mereka dengan panah-panah, sehingga mereka berjatuhan dari menara-menara; lainnya menyiksa mereka lebih lama dengan memasukkan mereka ke dalam nyala api. Tumpukan kepala, tangan, dan kaki akan terlihat di jalan-jalan kota. Perlu berjalan di atas mayat-mayat manusia dan kuda. Tapi ini hanya masalah kecil jika dibandingkan dengan apa yang terjadi pada Biara Sulaiman, tempat di mana ibadah keagamaan kini dinyanyikan kembali… di biara dan serambi Sulaiman, para pria berdarah-darah disuruh berlutut dan dibelenggu lehernya.11


Salahuddin al-Ayyubi, yang mengalahkan Tentara Perang Salib dalam pertempuran Hattin, tercatat dalam sumber sejarah dengan keadilan, keberanian, dan wataknya yang terhormat.

Dalam dua hari, tentara Perang Salib membunuh sekitar 40.000 orang Islam dengan cara tak berperikemanusiaan seperti yang telah digambarkan.12 Perdamaian dan ketertiban di Palestina, yang telah berlangsung semenjak Umar, berakhir dengan pembantaian yang mengerikan.

Tentara Perang Salib menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota mereka, dan mendirikan Kerajaan Katolik yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah. Namun pemerintahan mereka berumur pendek, karena Salahuddin mengumpulkan seluruh kerajaan Islam di bawah benderanya dalam suatu perang suci dan mengalahkan tentara Perang Salib dalam pertempuran Hattin pada tahun 1187. Setelah pertempuran ini, dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald dari Chatillon dan Raja Guy, dibawa ke hadapan Salahuddin. Beliau menghukum mati Reynald dari Chatillon, yang telah begitu keji karena kekejamannya yang hebat yang ia lakukan kepada orang-orang Islam, namun membiarkan Raya Guy pergi, karena ia tidak melakukan kekejaman yang serupa. Palestina sekali lagi menyaksikan arti keadilan yang sebenarnya.

Tiga bulan setelah pertempuran Hattin, dan pada hari yang tepat sama ketika Nabi Muhammad SAW diperjalankan dari Mekah ke Yerusalem untuk perjalanan mikrajnya ke langit, Salahuddin memasuki Yerusalem dan membebaskannya dari 88 tahun pendudukan tentara Perang Salib. Sebaliknya dengan “pembebasan” tentara Perang Salib, Salahuddin tidak menyentuh seorang Nasrani pun di kota tersebut, sehingga menyingkirkan rasa takut mereka bahwa mereka semua akan dibantai. Ia hanya memerintahkan semua umat Nasrani Latin (Katolik) untuk meninggalkan Yerusalem. Umat Nasrani Ortodoks, yang bukan tentara Perang Salib, dibiarkan tinggal dan beribadah menurut yang mereka pilih.

Karen Armstrong menggambarkan penaklukan keduakalinya atas Yerusalem ini dengan kata-kata berikut ini:

Pada tanggal 2 Oktober 1187, Salahuddin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai penakluk dan selama 800 tahun berikutnya Yerusalem tetap menjadi kota Muslim. Salahuddin menepati janjinya, dan menaklukkan kota tersebut menurut ajaran Islam yang murni dan paling tinggi. Dia tidak berdendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti yang Al-Qur’an anjurkan (16:127), dan sekarang, karena permusuhan dihentikan, ia menghentikan pembunuhan (2:193-194). Tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh dan tidak ada perampasan. Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah…. Salahuddin menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan keluarga-keluarga yang hancur terpecah-belah dan ia membebaskan banyak dari mereka, sesuai imbauan Al-Qur’an, meskipun menyebabkan keputusasaan bendaharawan negaranya yang telah lama menderita. Saudara lelakinya al-Adil begitu tertekan karena penderitaan para tawanan sehingga dia meminta Salahuddin untuk membawa seribu orang di antara mereka bersamanya dan kemudian membebaskan mereka di tempat itu juga… Semua pemimpin Muslim merasa tersinggung karena melihat orang-orang Kristen kaya melarikan diri dengan membawa kekayaan mereka, yang bisa digunakan untuk menebus semua tawanan… [Uskup] Heraclius membayar tebusan dirinya sebesar sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain dan bahkan diberi pengawal pribadi untuk mempertahankan keselamatan harta bendanya selama perjalanan ke Tyre.13

Pendeknya, Salahuddin dan tentaranya memperlakukan orang-orang Nasrani dengan kasih sayang dan keadilan yang agung, dan menunjukkan kepada mereka kasih sayang yang lebih dibanding yang diperlihatkan oleh pemimpin mereka.


Ketika Raja Richard I dari Inggris merampas Kastil Acre, ia membantai orang-orang Islam. Lukisan di bawah ini menggambarkan hukuman mati atas ratusan tahanan beragama Islam. Mayat-mayat mereka dan kepala-kepala terpenggal ditumpuk di bawah panggung.

Setelah Yerusalem, tentara Perang Salib melanjutkan perbuatan tidak berprikemanusiaannya dan orang-orang Islam meneruskan keadilannya di kota-kota Palestina lainnya. Pada tahun 1194, Richard Si Hati Singa, yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam, yang kebanyakan di antaranya wanita-wanita dan anak-anak, secara tak berkeadilan di Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama. Mereka malah tunduk kepada perintah Allah: “Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka)…”(Qur’an 5:2) dan tidak pernah melakukan kekejaman kepada orang-orang sipil yang tak bersalah. Di samping itu, mereka tidak pernah menggunakan kekerasan yang tidak perlu, bahkan kepada tentara Perang Salib sekalipun.

Kekejaman tentara Perang Salib dan keadilan orang-orang Islam sekali lagi terungkap sebagai kebenaran sejarah: Sebuah pemerintahan yang dibangun di atas dasar-dasar Islam memungkinkan orang-orang dari keyakinan berbeda untuk hidup bersama. Kenyataan ini terus ditunjukkan selama 800 tahun setelah Salahuddin khususnya selama masa Ottoman.

Pemerintahan Kesultanan Ottoman yang Adil dan Toleran


Setelah penaklukan Sultan Salim atas Yerusalem dan sekitarnya pada 1514, masa kedamaian dan keamanan selama 400 tahun dimulai di tanah Palestina.

Pada tahun 1514, Sultan Salim menaklukkan Yerusalem dan daerah-daerah sekitarnya dan sekitar 400 tahun pemerintahan Ottoman di Palestina pun dimulai. Seperti di negara-negara Ottoman lainnya, masa ini menyebabkan orang-orang Palestina menikmati perdamaian dan stabilitas meskipun kenyataannya pemeluk tiga keyakinan berbeda hidup berdampingan satu sama lain.

Kesultanan Ottoman diperintah dengan “sistem bangsa (millet),” yang gambaran dasarnya adalah bahwa orang-orang dengan keyakinan berbeda diizinkan hidup menurut keyakinan dan sistem hukumnya sendiri. Orang-orang Nasrani dan Yahudi, yang disebut Al-Qur'an sebagai Ahli Kitab, menemukan toleransi, keamanan, dan kebebasan di tanah Ottoman.

Alasan terpenting dari hal ini adalah bahwa, meskipun Kesultanan Ottoman adalah negara Islam yang diatur oleh orang-orang Islam, kesultanan tidak ingin memaksa rakyatnya untuk memeluk Islam. Sebaliknya kesultanan ingin memberikan kedamaian dan keamanan bagi orang-orang non-Muslim dan memerintah mereka dengan cara sedemikian sehingga mereka nyaman dalam aturan dan keadilan Islam.

Negara-negara besar lainnya pada saat yang sama mempunyai sistem pemerintahan yang lebih kejam, menindas, dan tidak toleran. Spanyol tidak membiarkan keberadaan orang-orang Islam dan Yahudi di tanah Spanyol, dua masyarakat yang mengalami penindasan hebat. Di banyak negara-negara Eropa lainnya, orang Yahudi ditindas hanya karena mereka adalah orang Yahudi (misalnya, mereka dipaksa untuk hidup di kampung khusus minoritas Yahudi (ghetto), dan kadangkala menjadi korban pembantaian massal (pogrom). Orang-orang Nasrani bahkan tidak dapat berdampingan satu sama lain: Pertikaian antara Protestan dan Katolik selama abad keenambelas dan ketujuhbelas menjadikan Eropa sebuah medan pertempuran berdarah. Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648) adalah salah satu akibat pertikaian ini. Akibat perang itu, Eropa Tengah menjadi sebuah ajang perang dan di Jerman saja, 5 juta orang (sepertiga jumlah penduduknya) lenyap.

Bertolak belakang dengan kekejaman ini, Kesultanan Ottoman dan negara-negara Islam membangun pemerintahan mereka berdasarkan perintah Al-Qur'an tentang pemerintahan yang toleran, adil, dan berprikemanusiaan. Alasan keadilan dan peradaban yang dipertunjukkan oleh Umar, Salahuddin, dan sultan-sultan Ottoman, serta banyak penguasa Islam, yang diterima oleh Dunia Barat saat ini, adalah karena keimanan mereka kepada perintah-perintah Al-Qur'an, yang beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Qur'an, 4:58)

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (Qur'an, 4:135)


Penelitian tentang Palestina selama masa Ottoman terakhir mengungkap suatu kemajuan dalam kesejahteraan, perdagangan, dan industri di seluruh wilayah ini.

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Qur'an, 60:8)

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (Qur'an, 49:9)

Ada sebuah ungkapan yang digunakan dalam politik bahwa “kekuasaan itu menyimpang, dan kekuasaan mutlak itu mutlak menyimpang.” Ini berarti bahwa setiap orang yang menerima kekuasaan politik kadangkala menjadi menyimpang secara akhlak karena kesempatan yang ia peroleh. Ini benar-benar terjadi pada sebagian besar manusia, karena mereka membentuk kehidupan akhlak mereka menurut tekanan sosial. Dengan kata lain, mereka menghindari perbuatan tak berakhlak karena mereka takut pada ketidaksetujuan atau hukuman masyarakat. Namun pihak berwenang memberi mereka kekuasaan, dan menurunkan tekanan sosial atas mereka. Akibatnya, mereka menjadi menyimpang atau merasa jauh lebih mudah untuk berkompromi dengan kehidupan akhlak mereka sendiri. Jika mereka memiliki kekuasaan mutlak (sehingga menjadi para diktator), mereka mungkin mencoba untuk memuaskan keinginan mereka sendiri dengan cara apa pun.


Dinasti Ottoman membawa perdamaian, stabilitas, dan peradaban ke seluruh tanah yang mereka taklukkan. Kita masih bisa menemukan air mancur, jembatan, penginapan, dan mesjid
dari masa Ottoman di seluruh Palestina.

(Kiri) Gerbang Pahlawan, abad ke-16
(Kanan) Khan al-Umdan

Satu-satunya contoh manusiawi yang tidak disentuh oleh hukum penyimpangan tersebut adalah orang yang dengan ikhlas percaya kepada Allah, memeluk agamanya karena rasa takut dan cinta kepada-Nya dan hidup menurut agama itu. Karena itu, akhlak mereka tidak ditentukan oleh masyarakat, dan bahkan bentuk kekuasaan mutlak pun tidak mampu mempengaruhi mereka. Allah menyatakan ini dalam sebuah ayat:

(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Qur'an, 22:41)

Dalam Al-Qur'an, Allah menjadikan Daud AS, sebagai contoh tentang penguasa yang ideal, yang menerangkan bagaimana ia mengadili dengan keadilan orang-orang yang datang untuk meminta keputusannya dan bagaimana ia berdoa dengan pengabdian seutuhnya kepada Allah. (Al-Qur'an, 38:24)


Dinasti Ottoman membawa perdamaian, ketertiban, dan toleransi kemana pun ia pergi.

Sejarah Islam, yang mencerminkan akhlak yang Allah ajarkan kepada umat Islam dalam Al-Qur'an, penuh dengan penguasa-penguasa yang adil, berkasih sayang, rendah hati, dan bijaksana. Karena para penguasa Muslim takut kepada Allah, mereka tidak dapat berperilaku dengan cara yang menyimpang, sombong atau kejam. Tentu ada penguasa Muslim yang menjadi menyimpang dan keluar dari akhlak Islami, namun mereka adalah pengecualian dan penyimpangan dari norma tersebut. Oleh karena itu, Islam terbukti menjadi satu-satunya sistem keimanan yang menghasilkan bentuk pemerintahan yang adil, toleran, dan berkasih sayang selama 1400 tahun terakhir.

Tanah Palestina adalah sebuah bukti pemerintahan Islam yang adil dan toleran, dan memberi pengaruh kepada banyak kepercayaan dan gagasan. Seperti telah disebutkan sebelumnya, pemerintahan Nabi Muhammad SAW, Umar, Salahuddin, dan sultan-sultan Ottoman adalah pemerintahan yang bahkan orang-orang non-Muslim pun sepakat dengannya. Masa pemerintahan yang adil ini berlanjut hingga abad kedua puluh, dengan berakhirnya pemerintahan Muslim pada tahun 1917, daerah tersebut jatuh ke dalam kekacauan, teror, pertumpahan darah, dan perang.

Yerusalem, pusat tiga agama, mengalami masa stabilitas terpanjang dalam sejarahnya di bawah Ottoman, ketika kedamaian, kekayaan, dan kesejahteraan berkuasa di sana dan di seluruh kesultanan. Umat Nasrani, Yahudi, dan Muslim, dengan berbagai golongannya, beribadah menurut yang mereka sukai, dihormati keyakinannya, dan mengikuti kebiasaan dan tradisi mereka sendiri. Ini dimungkinkan karena Ottoman memerintah dengan keyakinan bahwa membawa keteraturan, keadilan, kedamaian, kesejahteraan, dan toleransi kepada daerah mereka adalah sebuah kewajiban suci.

Banyak ahli sejarah dan ilmuwan politik telah memberi perhatian kepada kenyataan ini. Salah satu dari mereka adalah ahli Timur Tengah yang terkenal di seluruh dunia dari Columbia University, Profesor Edward Said. Berasal dari sebuah keluarga Nasrani di Yerusalem, ia melanjutkan penelitiannya di universitas-universitas Amerika, jauh dari tanah airnya. Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Israel Ha’aretz, ia menganjurkan dibangkitkannya “sistem bangsa Ottoman” jika perdamaian permanen ingin dibangun di Timur Tengah. Dalam pernyataannya,

Sebuah minoritas Yahudi bisa bertahan dengan cara minoritas lainnya di dunia Arab bertahan… ini cukup berfungsi baik di bawah Kesultanan Ottoman, dengan sistem millet-nya. Sebuah sistem yang kelihatannya jauh lebih manusiawi dibandingkan sistem yang kita miliki sekarang.14

Memang, Palestina tidak pernah menyaksikan pemerintahan “manusiawi” lain begitu pemerintahan Ottoman berakhir. Antara dua perang dunia, Inggris menghancurkan orang-orang Arab dengan strategi “memecah dan menaklukkannya” dan serentak memperkuat Zionis, yang kemudian terbukti menentang, bahkan terhadap mereka sendiri. Zionisme memicu kemarahan orang-orang Arab, dan dari tahun 1930an, Palestina menjadi tempat pertentangan antara kedua kelompok ini. Zionis membentuk kelompok teroris untuk melawan orang-orag Palestina, dan segera setelahnya, mulai menyerang orang-orang Inggris pula. Begitu Inggris berlepas tangan dan menyerahkan kekuasaannya atas daerah ini pada 1947, pertentangan inim yang berubah menjadi perang dan pendudukan Israel serta pembantaian (yang terus berlanjut hingga hari ini) mulai bertambah parah.

Agar daerah ini dapat menikmati pemerintahan “manusiawi”nya kembali, orang-orang Yahudi harus meninggalkan Zionisme dan tujuannya tentang “Palestina yang secara khusus bagi orang-orang Yahudi,” dan menerima gagasan berbagi daerah dengan orang-orang Arab dengan syarat yang sama. Bangsa Arab, dengan demikian pula, harus menghilangkan tujuan yang tidak Islami seperti “melemparkan Israel ke laut” atau “memenggal kepala semua orang Yahudi,” dan menerima gagasan hidup bersama dengan mereka. Menurut Said, ini berarti mengembalikan lagi sistem Ottoman, yang merupakan satu-satunya pemecahan yang akan memungkinkan orang-orang di daerah ini hidup dalam perdamaian dan ketertiban. Sistem ini mungkin dapat menciptakan sebuah lingkungan perdamaian wilayah dan keamanan, seperti yang pernah terjadi di masa lalu.

Dalam bab terakhir, kita akan membahas dengan rinci pemecahan ini. Namun sebelum kita melakukannya, mari kita tinjau kembali masa lalu untuk meneliti kekacauan dan kekejaman yang menguasai Palestina setelah pemerintahan Muslim berakhir.

Harian Turki TÜRKIYE, 15 April 1995
KAMI KEHILANGAN OTTOMAN
Dunia Arab mengidam-idamkan hari ketika peradaban, toleransi, dan keadilan tercipta.

Harian Turki TÜRKIYE, 7 Januari 1996
LEWIS: TIMUR TENGAH MENCARI SEORANG PEMIMPIN

Harian Turki ZAMAN, 30 Agustus 2001
SOLUSI OTTOMAN UNTUK YERUSALEM
Rencana sebagai pemecahan masalah Yerusalem, yang dirancang oleh Turki dengan dasar kebijakan yang diterapkan di daerah ini oleh Dinasti Ottoman tentang kedudukan Yerusalem, suatu kali ketika proses perdamaian Timur Tengah tengah berjalan di masa-masa tersulitnya, disambut oleh orang-orang Palestina, sedangkan Israel cemas karena usulan itu.

Harian Turki TÜRKIYE, 8 Oktober 2001
MENJADIKAN OTTOMAN SEBAGAI MODEL
Ketua HP Fiorina berkata, "Kekuasaan selama 600 tahun tersebut adalah bangunan perdamaian."

Banyak politisi dan sejarawan saat ini berpendapat bahwa model Ottoman adalah contoh yang sangat penting tentang bagaimana persoalan Timur Tengah dapat diselesaikan.
Harian Turki AKSAM, 8 November 2001
NOSTALGIA OTTOMAN DI BARAT
Ketika Barat mencari pemecahan pertikaian di berbagai belahan dunia, mereka merindukan kejayaan Kesultanan Ottoman.

Harian Turki ORTADOGU, 10 November 2001
DUNIA BARAT MENATAP OTTOMAN
Sewaktu Barat mencari pemecahan pertikaian di berbagai belahan dunia, mereka merindukan kejayaan Kesultanan Ottoman.

Harian Turki ORTADOGU, 10 November 2001
DUNIA BARAT MENATAP OTTOMAN
Sewaktu Barat mencari pemecahan pertikaian di berbagai belahan dunia, mereka merindukan kejayaan Kesultanan Ottoman. Pandangan ini dinyatakan dalam laporan yang diudarakan oleh kantor berita Amerika Associated Press.

KEKERASAN MENINGKAT SETELAH OTTOMAN TURUN
Peristiwa kekerasan di abad terakhir ini dimulai ketika Inggris memaksa Ottoman keluar dari wilayah ini sehingga menyebabkan orang-orang Palestina menderita penjajahan, pengusiran, dan pendudukan. Orang-orang Israel, di pihak lain, tidak pernah bisa hidup dalam keamanan.

9- Karen Armstrong, Holy War, (MacMillan: 1988), hlm. 30-31. tanda penegasan ditambahkan
10- "Gesta Francorum, or the Deeds of the Franks and the Other Pilgrims to Jerusalem," trans. Rosalind Hill, (London: 1962), hlm. 91. tanda penegasan ditambahkan
11- August C. Krey, The First Crusade: The Accounts of Eye-Witnesses and Participants (Princeton & London: 1921), hlm. 261. tanda penegasan ditambahkan
12- Krey, The First Crusade, hlm. 262.
13- Armstrong, Holy War, hlm. 185. tanda penegasan ditambahkan.
14- An Interview with Edward Said by Ari Shavit, Ha'aretz, Agustus 18, 2000


dikutip dari : http://www.tragedipalestina.com/palestina.html

Tuesday 27 July 2010

Peperangan NAHRAWAN

1. Sebab Peperangan

Abu Mikhnaf meriwayatkan dari Abdul Malik bin Abi Hurrah bahwa ketika Ali ra. mengirim Abu Musa untuk bertahkim (berunding), kaum Khawarij berkumpul di rumah Abdullah bin Wahab ar-Rasibi. la menyampaikan pidato yang berapi-api, mengajak mereka zuhud di dunia dan mengejar akhirat dan surga. La juga mendorong mereka untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Kemudian ia berkata, “Keluarkanlah saudara-saudara kita dari negeri yang zhalim penduduknya ke balik gunung ini di puncak-puncaknya atau di beberapa negeri lainnya, demi mengingkari tahkim (perundingan) yang zhalim ini.”

Kemudian bangkitlah Hurqush bin Zuhair, setelah mengucapkan puja dan puji ia berkata, “Sesungguhnya kesenangan dunia ini sedikit, perpisahan dengannya sudah di ambang pintu, janganlah keindahan dan perhiasannya menahan kalian di atas dunia ini, janganlah hal itu menghalangi kalian dari mencari kebenaran dan mengingkari kezhaliman, sesungguhnya Allah SWT. berfirman: ‘Sesungguhnya Allah SWT. beserta orang-orang yang bertakwa dan orangorang yang berbuat kebaikan.’ (An-Nahl: 128).”

Lalu giliran Sinan bin Hamzah al-Asadi berorasi, ia berkata, “Wahai kaum, sungguh sangat tepat pendapat kalian ini, sungguh kebenaran adalah yang kalian sebutkan tadi. Angkatlah seseorang menjadi pemimpin kalian, karena urusan ini harus diatur oleh seorang pemimpin dan harus ada panji yang menaungi kalian dan menjadi rujukan kalian.”

Mereka mengutus seseorang untuk menemui Zaid bin Hushainath-Tha’i, ia termasuk salah seorang tokoh mereka lalu mereka menawarkan kepemimpinan kepadanya namun ia menolak. Kemudian mereka menawar-kannya kepada Hurqush bin Zuhair, namun ia pun menolak. Kemudian mereka menawarkannya kepada Hamzah bin Sinan, namun ia juga menolak. Kemudian mereka menawarkannya kepada Syuraih bin Aufa al-’Ibsi, namun ia juga menolaknya. Kemudian mereka menawarkannya kepada Abdullah bin Wahab ar-Rasibi, iapun menerimanya. Ia berkata, “Demi Allah SWT., aku menerimanya bukan karena mengharapkan dunia dan tidak pula aku menolaknya karena takut mati.”

Lalu mereka berkumpul di rumah Zaid bin Hushain ath-Tha’i as-Simbasi, ia menyampaikan orasinya dan mendorong mereka untuk menegak-kan amar ma’ruf nahi mungkar, ia membacakan ayat-ayat al-Qur’an, di antaranya adalah firman Allah SWT.:

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT..” (Shad: 26).

Dan firman Allah SWT.: “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah SWT. maka mereka itu adalah orang-oang yang kafir.” (Al-Ma’idah: 44). Kemudian dua ayat setelahnya (yakni surat al-Maidah ayat 45 dan 47). Kemudian ia berkata, “Saksikanlah wahai orang-orang yang mendengar seruan kami dari kalangan ahli kiblat bahwa mereka (Ali dan orang-orang yang bersama beliau) telah mengikuti hawa nafsu dan telah membuang hukum Allah SWT. Mereka telah berbuat zhalim dalam perkataan dan perbuatan. Berjihad melawan mereka adalah kewajiban kaum mukminin.”

Mendengar orasinya itu menangislah seorang lelaki bernama Abdullah bin Syajarah as-Sulami. Kemudian ia mengajak mereka untuk memberontak. Dalam orasinya ia berkata, “Pukullah wajah dan dahi mereka dengan pedang hingga hanya Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang sajalah yang ditaati. Jika kalian menang, aku akan mentaati Allah SWT. sebagaimana yang kalian kehendaki. Allah SWT. akan memberi kalian pahala orang-orang yang taat dan orang-orang yang melaksanakan perintahnya. Dan jika kalian terbunuh maka adakah lagi yang lebih utama daripada sabar dan menuju kepada Allah SWT. Dan keridhaan dan surgaNya’

Ibnu Katsir berkata, “Mereka ini adalah golongan manusia yang paling aneh bentuknya. Mahasuci Allah SWT. yang telah menciptakan keragaman bentuk makhluk-makhlukNya seperti yang Dia kehendaki dan ketentuanNya telah mendahului segala sesuatu. Alangkah indah perkataan sejumlah ulama salaf berkaitan dengan Khawarij, bahwa merekalah yang dimaksud dalam firman Allah SWT.: ‘ Katakanlah, ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalanamalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.’ (Al-Kahfi: 103-105).

Maksudnya, mereka adalah orang-orang jahil lagi sesat, yang celaka dalam perkataan dan perbuatan. Mereka sepakat untuk menyempal dari kaum muslimin lainnya. Dan sepakat mengasingkan diri ke al-Madain guna menguasainya dan menggalang kekuatan di dalamnya kemudian mengirim utusan untuk mengajak rekan-rekan mereka dan orang-orang yang sepaham dengan mereka dari kalangan penduduk Bashrah dan kota-kota lain. Lalu menggiring mereka ke al-Madain kemudian berkumpul di sana. Zaid bin Hushain ath-Tha’i berkata kepada mereka, “Sesungguhnya kalian tidak akan mampu menaklukkan kota-kota besar, karena dijaga oleh pasukan yang tidak dapat kalian lawan dan mereka mempertahankannya dari kalian. Namun arahkanlah rekan-rekan kalian itu ke jembatan sungai Jukha.1094 Janganlah keluar dari kota Kufah berkelompokkelompok, akan tetapi keluarlah satu demi satu agar orang-orang tidak mencurigai kalian.”

Mereka pun mengirim pesan umum kepada orang-orang yang sejalan dengan mereka dari kalangan penduduk Bashrah dan lainnya. Mereka mengirim utusan kepada penduduk Bashrah dengan membawa pesan agar semuanya berkumpul di sungai Jukha. Agar mereka menjadi satu barisan dalam menghadapi musuh. Kemudian mereka pun keluar secara berangsur satu demi satu supaya orang lain tidak mengetahui rencana mereka sehingga melarang mereka keluar. Maka merekapun keluar meninggalkan ayah dan ibu, meninggalkan paman dan bibi mereka. Mereka meninggalkan seluruh handai taulan.

Karena kejahilan dan dangkalnya ilmu dan akal mereka mengira perbuatan tersebut mendatangkan keridhaan Rabb pemilik langit dan bumi. Mereka tidak tahu bahwa yang mereka lakukan itu adalah dosa besar, pelanggaran dan kesalahan yang besar. Perbuatan yang dibisiki oleh Iblis kepada mereka dan dibisiki oleh jiwa mereka yang selalu mendorong kepada kejahatan. Sejumlah orang tua memergoki anak-anak, kerabat atau rekan-rekan mereka, lalu mencela dan mengembalikan orang-orang yang tertipu itu ke jalan yang benar. Sebagian dari mereka sadar dan istiqamah di atas jalan yang benar.

Dan sebagian lainnya lari dan bergabung bersama kaum Kha-warij. Seluruh kaum Khawarij berkumpul di Nahrawan. Akhirnya mereka memiliki kekuasaan dan kekuatan. Mereka menggalang pasukan independen, di dalamnya terdapat para jagoan, orang-orang pemberani, teguh dan sabar. Menurut mereka, apa yang mereka lakukan itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mereka adalah kaum yang tidak menghangatkan badan dengan nyala api dan tidak ada seorang pun yang berhasrat menuntut balas terhadap mereka.

Ketika Ali tengah mempersiapkan pasukan untuk memerangi pasukan Syam, sampailah berita kepada beliau bahwa kaum Khawarij berbuat ke-kacauan di atas muka bumi. Mereka menumpahkan darah, menyabot jalan dan menghalalkan perkara-perkara yang diharamkan. Di antara korban yang mereka bunuh adalah Abdullah bin Khabbab,1095 salah seorang sahabat nabi Mereka menawan Abdullah bin Khabbab beserta istrinya yang sedang hamil. Mereka berkata kepadanya, “Siapakah anda?” Beliau menjawab, “.Aku adalah Abdullah bin Khabbab, sahabat Rasulullah saw. kalian telah membuat aku takut.” Mereka berkata, “Tidak mengapa, sampaikanlah kepada kami apa yang engkau dengar dari ayahmu.”

Beliau berkata, “Aku mendengar ayahku berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Akan terjadi fitnah, orang yang duduk dalam fitnah tersebut lebih baik daripada orang ‘yang berdiri. Orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan. Orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari. ‘1096 Lalu mereka pun mengikat tangan beliau. Ketika beliau berjalan bersama mereka, salah seorang dari mereka berpapasan dengan seekor babi milik kafir dzimmi. la menebas babi itu dengan pedangnya lalu membelah kulitnya. Temannya yang lain berkata, “Mengapa engkau lakukan itu? Bukankah babi itu milik kafir dzimmi?” Lalu ia mendatangi si kafir pemilik babi lalu meminta halal darinya dan membuat si kafir itu ridha.

Ketika beliau bersama mereka tiba-tiba jatuhlah sebuah kurma dari batangnya, lalu salah seorang dari mereka memakannya. Rekannya yang lain berkata, “Apakah engkau memakannya tanpa izin dan tanpa membayarnya?” Spontan saja orang itu memuntahkan kurma tersebut dari mulutnya. Namun demikian, mereka tega membunuh Abdullah bin Khabbab dan menyembelihnya. Lalu mereka mendatangi istri beliau. Istri beliau berkata, “Aku adalah wanita yang sedang hamil, tidakkah kalian takut kepada Allah SWT. ?”

Namun mereka tetap menyembelihnya dan membelah perutnya lalu mengeluarkan janinnya. Ketika sampai ke telinga penduduk Kufah tentang perbuatan kaum Khawarij ini, mereka jadi khawatir berangkat ke Syam. Mereka sibuk berperang lalu meninggalkan kampung halaman dan keluarga mereka di bawah intaian kaum Khawarij yang setiap waktu bisa saja melakukan perbuatan serupa terhadap keluarga mereka. Mereka khawatir serangan mendadak dari kaumKhawarij. Lalu sebagian orang menyarankan kepada Ali agar terlebih dulu membereskan mereka. Setelah itu baru berangkat menuju Syam dalam kondisi penduduk telah aman dari kejahatan kaum Khawarij ini. Saran ini pun disepakati. Keputusan itu membawa kebaikan yang sangat besar bagi mereka dan bagi penduduk Syam juga. Sebab kalaulah kaum Khawarij ini bertambah kuat maka mereka akan berbuat kerusakan di mana-mana, baik di Iraq maupun di Syam.

Mereka tidak akan membiarkan anak-anak maupun orang dewasa, laki-laki ataupun perempuan. Karena dalam pandangan kaum Khawarij semua orang telah berbuat kerusakan dan tidak ada yang dapat memperbaiki mereka kecuali dihabisi seluruhnya.

Ali mengutus al-Harits bin Murrah al-Abdi kepada mereka. Ali ber-pesan kepadanya, “Bawalah kepadaku informasi tentang keadaan mereka, bawalah keterangan kepadaku tentang kondisi mereka dan tuliskanlah semua itu dengan jelas kepadaku.” Ketika al-Harits datang menemui mereka, mereka langsung membunuhnya

tanpa basa-basi lagi. Ketika berita itu sampai kepada Ali, beliau langsung mengerahkan pasukan untuk menghadapi mereka dan menunda keberangkatan beliau bersama pasukan ke Syam. Al-Hafizh Ibnu Katsir memasukkan peristiwa ini dalam tahun 37 H

berdasarkan penukilan dari Abu Mikhnaf, mengikuti apa yang dikutip oleh Imam ath-Thabari. Akan tetapi beliau juga menukil perkataan Ibnu Jarir, “Mayoritas ahli sejarah mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada tahun 38 H.” Dan pendapat ini dibenarkan oleh Ibnu Katsir. Kemudian beliau ber-kata (10/647), “Inilah pendapat yang lebih mendekati kebenaran, seperti yang akan kami sebutkan dalam deretan peristiwa tahun 38 H insya Allah.”

Ibnu Katsir berkata, “Ali berjalan lewat wilayah al-Anbar. Beliau mengutus satu detasemen ke depan yang dipimpin oleh Qais bin Sa’ad. Beliau memerintahkan agar mendatangi al-Madain dan bertemu dengan wakil beliau di sana yaitu Sa’ad bin Mas’ud ats-Tsaqafi dan bergabung bersama pasukan alMadain. Orang-orang bergabung bersama Ali di sana. Kemudian beliau mengirim seorang utusan kepada kaum Khawarij, ‘Serahkan para pembunuh rekan-rekan kami untuk diqishash. Bila itu kalian laksanakan maka kami akan membiarkan kalian dan kami akan berangkat ke Syam meninggalkan kalian. Mudah-mudahan Allah SWT. memperbaiki hati kalian dan mengembalikan kalian kepada kebaikan yang dahulu kalian berada di atasnya.’ Lalu mereka mengirim utusan kepada Ali untuk menyampaikan, ‘Bahwa kami semua yang telah membunuh rekan kalian.

Kami menghalalkan darah mereka dan darah kalian!.’ Lalu majulah Qais bin Sa’ad bin Ubadah, beliau menasihati mereka bahwa yang mereka lakukan itu adalah dosa besar dan kesalahan yang fatal. Namun nasihat itu tidak bermanfaat bagi mereka. Hal yang sama dilakukan oleh Abu Ayyub al-Anshari, beliau mengingatkan dan mencela mereka namun peringatan beliau itu juga tidak berguna bagi mereka. Lalu majulah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. 4^&, beliau menasihati, mengancam, memperingatkan dan memberi ultimatum kepada mereka. Namun tidak ada jawaban melainkan teriakan, ‘Janganlah berdialog dan berbicara dengan mereka! Bersiaplah menghadap Allah SWT. marilah bersegera menuju surga!’

Mereka maju dan mengatur barisan untuk berperang dan bersiap menghadapi pertempuran. Di sebelah kanan pasukan mereka berdiri Zaid bin Hushain ath-Tha’I as-Simbisi, di sebelah kiri berdiri Syuraih bin Aufa, pasukan berkuda dipimpin oleh Hamzah bin Sinan dan pasukan infanteri dipimpin oleh Hurqush bin Zuhair as-Sa’di. Mereka berdiri menghadang Ali dan pasukan beliau. Sementara itu Ali menunjuk Hujr bin Adi memimpin sebelah kanan pasukan dan Syabats bin Rib’i atau Ma’qal bin Qais ar-Riyahi di sebelah kiri, pasukan berkuda dipimpin oleh Abu Ayyub al-Anshari dan pasukan infan-teri dipimpin oleh Abu Qatadah al-Anshari, pasukan Madinah yang pada saat itu berjumlah tujuh ratus orang dipimpin oleh Qais bin Sa’ad bin Ubadah.

2. Ali bin Abi Thalib ra. Menawarkan Keamanan bagi Pasukan Khawarij

Ali memerintahkan Abu Ayyub al-Anshari mengibarkan bendera tanda aman bagi pasukan Khawarij. Ali menawarkan kepada mereka, “Barangsiapa bernaung di bawah bendera ini maka ia aman, barangsiapa kembali ke Kufah dan ke al- Madain maka ia aman, kami tidak ingin menumpahkan darah kalian kecuali orang-orang yang telah membunuh rekan kami.” Sebagian besar dari mereka memilih kembali, jumlah mereka sekitar empat ribu orang. Hanya tersisa seribu orang saja atau kurang dari itu bersama Abdullah bin Wahab ar-Rasibi.

3. Situasi Pertempuran

Mereka maju menyerbu ke arah pasukan Ali. Ali memerintahkan pasukan berkuda untuk maju ke depan, lalu memerintahkan agar pasukan pemanah mengambil tempat di belakang pasukan berkuda. Kemudian menempatkan pasukan infanteri di belakang pasukan berkuda. Beliau berkata kepada pasukan, “Tahanlah, hingga merekalah yang memulainya!” Pasukan Khawarij maju seraya meneriakkan kata-kata, “Tidak ada hukum melainkan milik Allah SWT., marilah bersegera menuju surga!” Mereka menyerang pasukan berkuda yang dimajukan oleh Ali. Mereka membelah pasukan berkuda hingga sebagian dari pasukan berkuda menyingkir ke kanan dan sebagian lagi menyingkir ke kiri. Lalu mereka disambut oleh pasukan pemanah dengan panah-panah mereka.

Pasukan pemanah memanahi wajah-wajah mereka kemudian pasukan berkuda mengurung mereka dari kanan dan dari kiri. Lalu pasukan infanteri menyerbu mereka dengan tombak dan pedang. Mereka menghabisi pasukan Khawarij sehingga korban yang gugur terinjak-injak oleh kaki kuda. Turut tewas pula pada peperangan itu pemimpin mereka, Abdullah bin Wahab, Hurqush bin Zuhair, Syuraih bin Aufa dan Abdullah bin Syajarah as-Sulami. Sementara dari pasukan Ali hanya terbunuh tujuh orangsaja.

Ali berjalan di antara korban-korban yang tewas sembari berkata, “Celakalah kalian, kalian telah dibinasakan oleh yang menipu kalian!” Orang-orang berkata, “Wahai Amirul Mulamnin, siapakah yang telah menipu mereka?” Ali menjawab, “Setan dan jiwa yang selalu menyuruh berbuat jahat. Mereka telah ditipu oleh angan-angan dan terlihat indah oleh mereka perbuatan maksiat dan membisiki mereka seolah mereka telah menang!” Kemudian Ali memerintahkan untuk mengumpulkan orang-orang yang terluka dari mereka, ternyata jumlahnya empat ratus orang. Ali menyerahkan mereka kepada kabilah-kabilah mereka untuk diobati.

Lalu membagikan senjata dan barang yang dirampas kepada mereka. Al-Haitsam bin Adi berkata, “Ali tidak membagi-bagikan harta rampasan perang yang dirampas dari kaum Khawarij pada peperangan Nahrawan. Namun beliau mengembalikan seluruhnya kepada keluarga-keluarga mereka. Sampai-sampai sebuah periuk beliau menolaknya dan mengembalikan kepada keluarga si empunya.1097

Al-Haitsam bin Adi berkata, “Ismail bin Abi Khalid telah menyampaikan kepada kami dari Hakim bin Jabir, ia berkata, ‘Ali ditanya tentang pasukan Khawarijdalam perang Nahrawan, apakah mereka termasuk kaum musyrikin?’ Ali menjawab, ‘Justru mereka menghindar dari kemusyrikan.’ Ada lagi yang bertanya, ‘Apakah mereka termasuk kaum munafikin?’ Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya kaum munafikin tidak mengingat Allah SWT. kecuali sedikit’ Kemudian ada yang bertanya, ‘Lalu bagaimanakah kedudukan mereka wahai Amirul Mukminin?’ Ali menjawab, ‘Mereka adalah saudara-saudara kita yang membangkang terhadap kita. Kita memerangi mereka karena pembangkangan mereka itu’.”1098

4. Kondisi Kaum Khawarij Pasca Peperangan Nahrawan

Ibnu Katsir berkata (10/643), “Al-Haitsam bin Adi menyebutkan bahwa setelah Ali memerangi kaum Khawarij membangkang pula seorang lelaki penduduk Bashrah dari Bani Najiyah bernama al-Harits bin Rasyid1099. Lalu ia diikuti oleh sebagian besar kaumnya dari Bani Najiyah dan suku-suku lain-nya. Mereka mengasingkan diri di sebuah tempat. Lalu Ali mengirim pasukan besar yang dipimpin oleh Ma’qil bin Qais ar-Riyahi. Pasukan mi berhasil menumpas habis mereka.

Al-Haitsam mengatakan, seperti yang dinukil dalam kitab al-Bidayah wan Nihayah (10/646), “Kemudian membangkang pula seorang lelaki dari pendudukBashrah namun berhasil ditumpas. Mereka mengangkat al-Asyras bin Auf sebagai pemimpin mereka, namun ia dan pengikutnya berhasil ditumpas.Kemudian membangkang pula al-Asyhab bin Bisyr al-Bajali al-’Urni yang berasal dari Kufah. Ia dan pengikutnya juga berhasil ditumpas. Kemudian membangkang pula Sa’id bin Qafl at-Taimi Taim Tsa’labah yang juga berasal dari Kufah. Ia dan pengikutnya berhasil ditumpas di jem-batan Dirzijan dekat al-Madain.

Asy-Sya’bi berkata, “Setelah Ali bin Abi Thalib ra. memerangi kaum Khawarij di Nahrawan, sejumlah kaum menentang kebijaksanaan beliau. Penentangan marak di mana-mana. Bani Najiyah menentang kebijakan beliau, penduduk gunung juga berusaha memisahkan diri. Petugas pemungut pajak di wilayah Persia juga berusaha melepaskan diri. Mereka mengusir Sahal bin Hunaif, wakil yang dikirim oleh Ali ke Persia. Kemudian Abdullah bin Abbas menyarankan kepada beliau agar menunjuk Ziyad bin Abihi sebagai wakil wilayah Persia. Ali menerima usul tersebut, ia mengirim Ziyad. Ziyad datang dengari pasukan yang besar ke negeri Persia pada tahun 39 H. Beliau berhasil menundukkan mereka hingga mereka bersedia kembali membayar pajak dan kembali kepada ketaatan kepada Amirul Mukminin.

Sumber dan catatan kaki

1094 Jukha atau Jakha adalah nama sungai yang di tengahnya terdapat daratan kecil di pusat kota Baghdad. Silahkan lihat Mu’jamulBuldan, 2/H3.

1095 Beliau adalah Abdullah bin Khabab bin al-Arts at-Tamiimi, sahabat shaghir, ayahnya adalah seorang sahabat yang masyhur, silahkan lihat catatan biografi beliau dalam kitab al-Ishabah, 4/73

1096 Hadits diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam ShafJi/mya, hadits nomor: 3601 dan 3602, dan Muslim dalam Shahihnya, nomor 2886.

1097 Itulah yang dikenal dari sirah Ali bin Abi Thalib ra. 4e>, beliau menjelaskan lewat perbuatan beliau cara menyikapi kaum pemberontak yang berbeda dengan cara menyikapi orang-orang kafir. Yaitu tidak boleh dibunuh orang yang terluka, tidak boleh dikejar orang yang melarikan diri, tidak boleh ditawan kaum wanita dan anak-anak mereka dan tidak dibagi-bagikan harta yang dirampas dari mereka. Sikap ini disetujui oleh para sahabat lainnya pada masa itu sehingga menjadi ijma’ sahabat. Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab Minhajus Sunnah, 5/241, “Ketika kaum Khawarij memisahkan diri di Harura’, mereka mengeluarkan diri dari ketaatan dan jama’ah. Ali berkata kepada mereka, ‘Sesungguhnya hak kalian atas kami adalah kami tidak melarang kalian memasuki masjid-masjid kami dan tidak ada hak kalian dari harta fa’i.’ Kemudian beliau mengutus Abdullah bin Abbas kepada mereka untuk mendebat mereka. Hasilnya sebagian dari mereka kembali ke jalan yang benar. Kemudian Ali memerangi sebagian lagi yang tersisa dan berhasil menumpas mereka. Namun demikian beliau tidak menawan kaum wanita dan anak-anak mereka dan tidak membagi-bagikan ghanimah yang dirampas dari mereka. Beliau tidak memperlakukan mereka seperti yang dilakukan para sahabat terhadap kaum murtad seperti Musailamah al-Kadzdzab dan sejenisnya. Dan tidak ada seorang sahabatpun yang mengingkari tindakan Ali ini.”

1098 Disebutkan juga seperti itu dalam riwayat Abdurrazzaq dalam kitab al-Mushannaf, 10/150, dan Ibnu Abi Syaibah, 15/332 dengan sanad yang shahih. Akan tetapi tidak disebutkan di dalamnya perkataan, “Mereka adalah saudara kita” namun disebutkan, ada yang bertanya kepada Ali, ‘Siapkah mereka?’ Ali menjawab, ‘Mereka adalah kaum yang membangkang terhadap kita lalu kita memerangi mereka.’ Dalam riwayat lain disebutkan, “Mereka adalah kaum pembangkang lalu kita mendapat kemenangan atas mereka.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Mereka adalah kaum yang ditimpa fitnah yang membuat mereka menjadi buta dan tuli.” Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab Minhajus Sunnah, 5/243, “Para sahabat dan ulama setelah mereka sepakat memerangi kaum Khawarij, karena mereka telah membangkang terhadap segenap kaum muslimin. Kecuali segelintir orang yang sepaham dengan mereka. Mereka memulal perang terhadap kaum muslimin dan kejahatan mereka tidak akan terhenti kecuali diperangi. Mereka lebih berbahaya terhadap kaum muslimin daripada para penyamun. Sebab para penyamun itu hanya menghendaki harta, sekiranya diberi harta mereka tidak akan memerangi kita. Sementara kaum Khawarij memerangi kaum muslimin atas dasar agama sehingga mereka keluar dari al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma’ sahabat kepada bid’ah yang mereka ada-adakan dengan takwil batil dan pemahaman yang sesat terhadap al-Qur’an. Namun, walaupun demikian Ali tetap menganggap mereka kaum mukminin, bukan kafir atau munafik.”

1099 Dalam Tarikh ath-Thabari, 5/113 disebutkan namanya al-Khariit bin Rasyid an-Naji, lalu beliau menyebutkan perfndan kisah ini dari jalur Abu Mikhnaf.


Artikel ini diambil dari :
http://hbis.wordpress.com/2010/03/17/peperangan-nahrawan/

Sedikit Tentang KHAWARIJ

Pasca pembunuhan Utsman, suasana memang begitu kacau, umat Islam terpecah menjadi beberapa kelompok. Tidak semua umat Islam membai’at Ali. Di Syam, Mu’awiyah yang masih kerabat Utsman menuntut balas kepada Ali atas kematian Utsman, Ia menuduh Ali dibelakang kaum pemberontak.

Perlawanan Mu’awiyah bahkan dinyatakan secara terbuka dengan mengangkat dirinya sebagai khalifah tandingan di Syam, dan mengerahkan tentaranya untuk memerangi Ali. Sedangkan di Mekah, Aisyah menggalang kekuatannya bersama Thalhah dan Zubeir untuk melawan Ali, namun Ali tetap dianggap sah menduduki jabatan khalifah, karena di dukung sebagian besar rakyat.

Kebijakan pertama Ali saat diangkat menjadi khalifah adalah memberhentikan gubernur-gubernur yang diangkat Utsman dan menarik kembali tanah negara yang telah dibagi-bagikan Ustman kepada kerabatnya. Ali mengangkat Usman ibn Junaif menjadi Gubernut Basrah menggantikan Abdullah ibn Amir, Umarah ibn Syihab gubernur Kufah menggantikan Sa’d ibn al Ash.

Sedangkan kebijakan Ali mendapatkan tantangan keras dari mereka yang digeser kedudukan oleh Ali. Di sisi lain penduduk Madinah sendiri tidak bulat mendukung Ali. Posisi Ali benar-benar sulit, Ia terjepit antara keinginan untuk memperbaiki situasi Negara yang sudah chaos dengan ambisi lawan-lawan politiknya yang selalu menjegalnya.

Kondisi Madinah yang tidak memungkinkan menjalankan pemerintahan, Ali memindahkan ibukota Negara di Kufah, disini Ali mendapat dukungan penuh dari rakyat.

Di Syam Mu’awiyah mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi Ali, mendengar khabar tersebut Ali segera memimpin pasukan memerangi Mu’awiyah, namun sebelum rencana itu terlaksana, ternyata trio Aisyah, Thalhah dan Zubeir telah bersiap memberontak kepadanya.

Dari Mekah mereka menuju Basrah, Ali pun membelokan pasukannya ke Basrah untuk memadamkan pemberontakan, namun terlebih dahulu Ali menawarkan perdamaian dan mengajak mereka berunding tapi tawaran Ali ditampik, maka tak dapat dihindari terjadi perang yang dinamakan perang Barunta, pasukan Ali menang Thalhah dan Zubeir tewas, Aisyah dikembalikan ke Madinah secara terhormat.

Setelah itu Ali mengalihkan perhatiannya ke Mu’awiyah, Ali mengirimkan surat ke Mu’awiyah dan menawarkan perundingan, akan tetapi Mu’awiyah tetap pada pendiriannya dan terkesan membuka perang saudara, maka terjadilah pertempuran di Shiffin pada bulan Safar tahun 37 H. Banyak tentara di kedua belah pihak yang gugur, ketika Ali hampir memperoleh kemenangan, Amr ibn al Ash yang berada di barisan Mu’awiyah mengangkat mushaf menandakan damai.

Maka perangpun dihentikan dan diadakan tahkim (perundingan) antara kedua belah pihak. Dalam tahkim ini pihak Ali diwakilkan oleh Abu Musa al Asy’an dipecundangi oleh siasat Amr yang mewakili Mu’awiyah. Tahkim ini menghasilkan keputusan yang timpang Ali diturunkan dari jabatan dan Mu’awiyah naik memperkuat posisinya menjadi khalifah.

Kejadian ini menimbulkan krisis baru dan pembangkangan yang dilakukan oleh sekelompok muslim yang kebanyakan dari Bani Tamim. Mereka menyatakan ketidakpuasan terhadap proses dan hasil perundingan tersebut dengan menyatakan “Laa hukma illallah”. Ali pun memberi komentar dengan ucapan yang mansyhur,”Kata-kata haq yang dimaksudkan bathil, sungguh mereka tidak ingin adanya pemimpin dan harus ada pemimpin yang baik ataupun jahat”.

Sekelompok orang yang membangkang tadi lalu berkumpul menuju Haruraa, suatu tempat yang tidak jauh dari Kufah, sehingga Ali menyusul mereka bermaksud meluruskan dan kembali kepadanya dalam satu barisan.

Di hadapan mereka, Ali menyatakan,”Demi Allah, tahukan kalian, adakah seorang yang lebih tidak menyukai kepemimpinan daripada aku ?”.
“sungguh tidak ada seorang pun” jawab mereka
“Bukankah kalian telah mengerti” lanjut Ali kemudian,”kalian lah yang memaksaku menjadi khalifah, sehingga aku menerimanya ?”.
“Ya benar”.
“Jadi atas dasar apa kalian mengingkari dan mencampakkan aku?”
“sesungguhnya kami telah melakukan perbuatan dosa, maka kami pun kini bertaubat kepada Allah”. Jawab mereka setelah menyadari kesalahan mereka.

Namun kesadaran itu tidak lama mengendap di hati mereka, sehingga mereka kembali kepemikiran semula, karena mengira bahwa Ali telah melepas tampuk pimpinan.

Kemudian Ali mengutus Abdullah Ibnu Abbas untuk menyadarkan mereka kembali, agar tidak terjadi fitnah yang lebih besar dalam tubuh umat Islam. Namun mereka tetap pada pendiriannya dan keluar dari kelompok Ali. Akhirnya mereka sepakat membai’at Abdullah bin Wahb Ar Rasibi sebagai pemimpin mereka.

Abdullah kemudian dikenal dengan Haruriyyah, yang berasal dari Harura, nama desa saat pertama mereka dalam pelarian. Mereka juga dikenal dengan istilah Muhakamah, karena mereka mengatakan “Laa hukma illallah”.

Banyak orang dari kalangan Ali yang keluar dan bergabung dengan jamaah tadi, mereka menamakan dirinya Asysyuraat, artinya yang mempunyai sifat jelek dan bermakna menjelekan diri mereka sendiri dengan mengharapkan keridhaan Allah swt.

Tidak begitu lama keluar dari kelompok Ali, mereka menunjukan cacat dalam ucapan maupun amaliyahnya. Pandangan dan pemikiran mereka mulai menyimpang dari kebenaran. Mereka mengecam Ali, menjelek-jelekannya serta mengajukan protes terhadap kepemimpinan Ali. Mereka juga mengecam khalifah terdahulu, Utsman bin Affan serta mencela setiap orang yang tidak mau memusuhi Ali.

Dalam menghadapi mereka, Ali bersikap defensive tapi setelah mereka mulai menggunakan kekerasan dengan terbunuhnya Abdullah bin Khabab. Pertarungan antara pihak Ali dan kelompok khawarij membawa korban pada pihak khawarij termasuk pemimpin mereka Ibnu Wahb, peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Nahrawan.

Sebenarnya Ali memiliki kesempatan untuk menghabisi Khawarij dengan tuntas, namun Khawarij mengirimkan Abdurrahman bin Maljan Al Muradi untuk membunuh Ali, usaha ini berhasil, Ali terbunuh di Masjid.

Setelah Ali wafat, kegiatan Khawarij mulai merajalela, mereka selalu melibatkan diri dalam berbagai fitnah, terutama pada masa Khalifah Mu’awiyah. Sepeninggal Mu’awiyah kegiatan mereka semakin menonjol pada akhir masa kekhalifahan Yazid bin Mu’awiyah.

Kegiatan kaum Khawarij masih terbatas hanya di bagian timur wilayah Islam dalam kurun waktu yang cukup lama. Mungkin kelompok ini satu-satunya kekuatan yang dianggap berbahaya bagi wilayah sekitar Basrah. Kegiatan Khawarij baru keluar dari sarangnya hingga ke Afrika pada masa pemerintahan Abbasiyyah.

Dalam mengajak umat mengikuti garis pemikiran mereka, kaum Khawarij sering menggunakan kekerasan dan pertumpahan darah.

Khawarij terbagi menjadi delapan besar firqah, dan dari delapan firqah besar tersebut masih terbagi lagi dalam firqah-firqah kecil yang jumlahnya sangat banyak. Pepercahan inilah yang membuat Khawarij menjadi lemah dan mudah sekali dipatahkan dalam berbagai pertempuran menghadapi kekuatan militer Bani Umayyah.

Khawarij menganggap perlu pembentukan republic demokrasi Arab, mereka menganggap pemerintahan Bani Umayyah sama seperti pemerintahan kaum aristocrat kafir.

Sekalipun Khawarij telah beberapa kali memerangi Ali dan melepaskan diri dari kelompok Ali, dari mulut mereka masih terdengar kata-kata haq. Iman Al Mushannif misalnya, pada akhir hayatnya mengatakan,”Janganlah kalian memerangi Khawarij sesudah aku mati. Tidaklah sama orang yang mencari kebenaran kemudian dia salah, dengan mencari kebathilan lalu ia dapatkan. Amirul mukminin mengatakan, bahwa Khawarij lebih mulia daripada Bani Umayyah dalam tujuannya, karena Bani Umayyah telah merampas khalifah tanpa hak, kemudian mereka menjadikannya hak warisan. Hal ini merupakan prinsip yang bertentang dengan Islam secara nash dan jiwanya. Adapun Khawarij adalah sekelompok manusia yang membela kebenaran aqidah agama, mengimaninya dengan sungguh-sungguh, sekalipun salah dalam menempuh jalan yang dirintisnya”.

Khalifah yang adil Umar bin Abdul Azis, menguatkan pendapat khalifah keempat yakni Ali, dalam menilai Khawarij dan berbaik sangka kepada mereka, “Aku telah memahami bahwa kalian tidak menyimpang dari jalan hanya untuk kedunian, namun yang kalian cari adalah kebahagian di akhirat, hanya saja kalian menempuh jalan yang salah”.

Sebetulnya, yang merusak citra Khawarij adalah sikap mereka yang begitu mudah menumpahkan darah, terlebih lagi darah umat Islam yang menentang atau berbeda dengan pemikiran mereka. Dalam pandangan mereka darah orang Islam yang menyalahi pemikiran mereka lebih murah dibanding darah non muslim.

Walaupun Khawarij berkelompok-kelompok dan bercabang-cabang, mereka tetap berpandangan sama dalam dua prinsip :
Pertama :
Persamaan pandangan mengenai kepemimpinan. Mereka sepakat bahwa khalifah hendaknya diserahkan mutlak kepada rakyat untuk memilihnya, dan tidak ada keharusan dari kabilah atau keturunan tertentu, seperti Quraisy atau keturunan nabi.

Kedua :
Persamaan pandangan yang berkenaan dengan aqidah. Mereka berpendapat bahwa mengamalkan perintah-perintah agama adalah sebagian dari iman, bukan iman secara keseluruhan.

Siapa saja yang beriman kepada Allah, kepada rasul-Nya, medirikan sholat, berpuasa dan mengamalkan segala rukun Islam dengan sempurna lalu ia melakukan dosa besar, maka orang tersebut menurut anggapan Khawarij telah kafir.

sumber : http://forum.dudung.net/index.php?topic=12199.0